Mengenai Rangkaian Tulisan ini:


Rangkaian tulisan yang saya susun disini merupakan kumpulan kisah pengalaman atau perjalanan karir saya, dimana didalamnya saya banyak mengalami proses dikelola dengan berbagai macam sistem Manajemen dan Leadership yang dipraktekkan oleh Perusahaan maupun atasan dalam operasional kerja kesehariannya.


Ada Sistem Manajemen dan Model Kepemimpinan yang sangat efektif untuk menggerakkan Kualitas Kinerja menuju Target Bisnis Perusahaan, tetapi ada juga Model Manajemen dan Kepemimpinan yang kurang efektif menghasilkan Kinerja.


Bahkan saya pernah merasakan dikelola dengan Manajemen dan Leadership yang TIDAK BERPOLA. Dari Perjalanan karir saya yang cukup lama tersebut, saya mencatat banyak Tacit Knowledge yang telah saya kumpulkan. Tacit Knowled yang saya kumpulkan mencakup berbagai penyimpulan terhadap apa yang efektif dan tidak efektif.


Semua penyimpulan saya tersebut didasarkan pada:

  1. Explicit Knowledge dari berbagai sumber belajar
  2. Jawaban dari rangkaian kata tanya: "Who - What - Where - Why - How - When" terhadap apa yang diputuskan untuk diimplementasikan di perusahaan.
  3. Fakta bahwa segala sesuatu yang sedang berproses kegiatan pasti ada "TUJUAN PALING INTI" yang sedang ingin dicapai atau ada "SEBAB AKIBAT" yang melandasi untuk harus berproses kegiatan.
  4. Selalu mencari jawaban atas pengulangan kalimat tanya: "Mengapa begini - Mengapa Begitu"; "Kok Tidak Begini - Kok Tidak Begitu". Dan seterusnya. Intinya adalah semua Tacit Knowledge yang saya kumpulkan berasal dari Rasa Ingin Tahu yang sangat kuat terhadap apa yang sedang terjadi di sekeliling saya dan apa yang menjadi ALASAN INTI dari semua proses kegiatan tersebut.
  5. Banyak buku yang ditulis penulis dari luar negeri dan saya sependapat bahwa buku-buku tersebut merupakan maha karya yang sangat tinggi. Dan sampai saat ini menjadi BUKU PANDUAN UTAMA untuk diaplikasikan di berbagai perusahaan. Sempat saya merenung bahwa saat para penulis menyusun buku tersebut pastilah bahwa tulisan mereka diinspirasi oleh kondisi dan situasi lingkungan yang mereka alami atau mereka lihat. Pertanyaan sederhana saya adalah pernahkah mereka memahami situasi dan kondisi yang ada di Indonesia dengan berbagai keberagaman dan regulasi yang tentu saja berbeda ini?


Dari sini saya mengambil kesimpulan bahwa Teori, Model, Konsep yang mereka temukan adalah benar sekali, tetapi kebenaran tersebut adalah bentuk SOLUSI untuk menjawab tantangan yang mereka alami di situasi dan kondisi saat itu di lingkungan itu. Jadi, untuk di Indonesia, Teori, Konsep atau Model yang mereka munculkan di dalam buku mereka harus disesuaikan dengan berbagai aspek lingkungan di Indonesia.


Saya mengalami sendiri bagaimana pimpinan perusahaan dengan disiplin yang kuat mengikuti Apa Kata Buku dalam melakukan implementasi Model Manajemen tersebut di perusahaan. Dan.... hasilnya tidak optimal kalau diukur dari pergerakan KPI Misi Bisnis nya dan data perkembangan kualitas SDM (Knowledge, Skills dan Attitude nya) dan Kualitas kerja organisasi nya. Kesimpulan saya adalah Konsep, Teori atau Model Manajemen, Leadership, Organization Development yang mereka suguhkan melalui buku mereka harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan di Indonesia dari sisi regulasi, keberagaman budaya, dan sebagainya.


Kitalah, warga Indonesia yang sangat paham tentang Indonesia. Jadi kitalah orang yang paling tahu bagaimana cara melakukan penyesuaian dari semua model manajemen tersebut untuk diterapkan di Indonesia.



Dan bahkan kita, warga Indonesia yang paling tahu tentang Indonesia, memiliki peluang untuk memunculkan Teori, Konsep atau Model Manajemen yang sesuai dengan Indonesia dilandasi dengan banyak sumber wacana atau inspirasi yang dapat diambil dari berbagai buku-buku kelas dunia tersebut. Bravo Indonesia.....!

1. Target Kinerja Perusahaan Bisnis


Dulu, saya pikir target bisnis perusahaan hanyalah Net Profit dan Pengembangan Bisnis Perusahaan. Ternyata setelah didalami mengenai kata TARGET PERUSAHAAN, ada banyak target internal perusahaan yang juga harus tercapai. Bilamana tidak ada komitmen untuk harus tercapa, maka perusahaan dapat menghadapi masalah yang cukup serius.


Penjelasannya adalah sebagai berikut. Setiap Perusahaan Bisnis pasti menginginkan mendapatkan Capital Returned Value atau Nilai Balik Investasi yang telah diinvestasikan ke semua Sumber Daya Bisnisnya yang tentunya dengan keuntungan yang telah ditargetkan.


Setiap Unit Kerja adalah Sumber Daya yang harus ada untuk memberhasilkan Bisnis Perusahaan. Contoh sumber daya: Production, F&A, Human Capital, Audit, IT, dan sebagainya.


Setiap Sumber Daya atau Unit Kerja (Departemen) tersebut memiliki Peran atau Fungsi tertentu terhadap Bisnis Perusahaan untuk mengamankan Aspek Tertentu. Misalnya:

Unit Produksi memiliki fungsi: Target Produksi tercapai,

Unit Marketing & Sales memiliki Fungsi: Target penjualan tercapai

Unit IT memiliki fungsi: Sistem IT bekerja dengan HANDAL dan AMAN.

Unit HC memiliki fungsi: Setiap individu SDM menghasilkan Output Kerja terbaiknya.


Perusahaan berinvestasi dengan menghadirkan setiap Unit Kerja (Kelompok Kerja) tersebut dengan harapan Perusahaan mendapatkan Nilai Investasi Balik berupa Fungsi yang dari setiap Unit Kerja termunculkan dengan sepenuhnya sehingga Operasional Bisnis Perusahaan dapat berjalan dengan Lancar, Efektif, Target Bisnis Tercapai, Memenuhi Aturan Hukum, Aman dan Efisien.


Di seiap Unit Kerja, pasti ada seumpulan SDM yang berada di jabatan masing-masing dan masing-masing jabatan memiliki Fungsi Khusu nya terhadap Bisnis Perusahaan.


Perusahaan Bisnis pasti memiliki Target Bisnis tertentu:

  1. Target Nett Profit
  2. Target Market SHare
  3. Target Pertumbuhan Usaha
  4. Target Brand Image
  5. Target Corporate Image


Semua komitmen dalam berbagai bentuk pasti mengarah ke Target Bisnis tersebut diatas, misalnya:

  1. Visi dan Misi Bisnis Perusahaan
  2. Key Performance Indicators
  3. Core Values
  4. Corporate Cultures
  5. Slogan Kerja atau MOTTO
  6. Peraturan Perusahaan
  7. Kebijakan Perusahaan
  8. dan sebagainya


Setiap perusahaan pasti mengharapkan tercapainya beberapa TARGET BESAR berikut ini:

  1. Semua Unit Kerja (Departemen) dapat memberikan ROI berupa munculnya hasil kerja sesuai dengan masing-masing Fungsi Dasar dari mengapa setiap Unit Kerja (Departemen) tersebut harus ada di Perusahaan.
  2. Semua SDM dapat memberikan ROI berupa hasil kerja sesuai dengan masing-masing Fungsi Dasar mengapa setiap SDM tersebut harus ada di perusahaan.
  3. Biaya untuk Tata Kelola dan Pengembangan SDM selalu di level yang WAJAR secara Best Practice.
  4. Biaya operasional Bisnis Perusahaan di semua Unit Kerja selalu terjaga di level wajar.
  5. Bisnis Perusahaan terkelola sesuai dengan Kaidah GCG (Good Corporate Governance) secara penuh
  6. Bisnis Perusahaan terkelola sesuai dengan Regulasi atau Unda-Undang yang berlaku secara penuh.


Jadi kesimpulannya, Bisnis Perusahaan harus terkelola dengan rangkaian KPI yang besar:

  1. 100% Target Nett Profit tercapai
  2. 100% Target Market Share tercapai
  3. 100% Target Fungsi dari semua Unit Kerja termunculkan
  4. 100% Target Fungsi dari semua SDM termunculkan
  5. 100% Target Kepatuhan terhadap semua Regulasi dan UU tercapai
  6. 100% Target kepatuhan terhadap semua aspek GCG tercapai
  7. 100% Target Brand Image di masyarakat tercapai


Daftar TARGET BESAR tersebut tidak boleh ditawar karena target tersebut merupakan target bawaan dari mengapa Unit Kerja tersebut dihadirkan di perusahaan. Yang bisa dikelola adalah bagaimana perjalanan mendekatkan capaian target saat ini menuju TARGET BESAR tersebut.


Nah, untuk merealisasikan daftar TARGET BESAR tersebut, kunci keberhasiannya ada di Tata Kelola dan Model Kepemimpinan yang diaplikasikan di Level Middle Management (Manajemen Eksekusi) di tingkat Unit Kerja. Masih sangat jarang ada perusahaan yang menyadari pentingnya Model Manajemen Pelaksana (Middle Management) yang tepat dan efektif untuk merealisasikan rangkaian TARGET BESAR tersebut. Bahkan banyak Unit Kerja tidak memiliki Pola Tata Kelola Unit Kerja dan Model Leadership yang tegas dan jelas yang dipastikan dapat merealisasikan TARGET BESAR tersebut. Masih banyak Kepala Unit Kerja yang banyak mengikuti pelatihan Manajemen dan Leadership tetapi tidak dijelaskan atau tidak dilengkapi dengan Pola Kerja dan Langkah kerjanya bagaimana. Sehingg, ketika kembali ke tempat kerja dari sesi pelatihan, Kepala Unit Kerja tidak paham sepenuhnya bagaimana aplikasi dari Tata Kelola Unit Kerja dan Model Kepemimpinannya di Unit Kerjanya.


DAN, SOLUSI mengenai hal ini pasti ada!!!

2. PRODUK: MEDIA BISNIS PERUSAHAAN


Saat saya menjadi karyawan di perusahaan bisnis yang besar, menjadi staff biasa, tugasnya hanya menunggu perintah saja. Setiap mau berangkat kerja dan dalam perjalanan ke tempat kerja saya tidak ada pikiran apapun mengenai pekerjaan. Target kerja saya hanyalah menyelesaikan tugas yang diperintahkan oleh Manager ke saya. Mindset saya benar-benar dibentuk hanya sebagai pegawai yang menunggu perintah dari Manager. Saat itu saya tidak memiliki perasaan atau emosi kerja yang kuat karena tidak pernah diberikan pemahaman mengenai bisnia perusahaan. Mindset saya tida terlibat dalam Bisnis Perusahaan.


Di perusahaan berikutnya, Pihak Perusahaan secara reguler 2 kali setahun memberikan semacam penjelasan dalam suasana yang santai dan sebagai pengingat mengenai proses berbisnisnya perusahaan. Tujuannya adalah setiap karyawan benar-benar memahami setiap nafas bisnis perusahaan. Bagaimana perusahaan mengajak setiap karyawan untuk menjaga agar nafas bisnis perusahaan tetap bisa berlangsung untuk menghidupi kehidupan karyawan.


Salah satu topik bahasan yang disampaikan adalah mengenai Produk Perusahaan. Dijelaskan bahwa kebanggaan kita jangan difokuskan ke besarnya perusahaan dan terkenalnya produk yang dijual perusahaan. Produk hanyalah media bisnis. Produk adalah media untuk mengalirkan dana masyarakat masuk ke perusahaan.


Setiap perusahaan yang berorientasi Bisnis atau Profit pasti memiliki PRODUK atau JASA yng dijual. Pada dasarnya, produk atau jasa tersebut adalah media untuk memfasilitasi aliran masuknya uang masyarakat ke perusahaan. Produk atau Jasa tersebut bukan target utama dari suatu perusahaan bisnis yang berorientasi profit. Tujuan utamanya adalah bagaimana produk tersbeut dapat menarik perhatian atau emosi publik sehingga mereka mau datang dan melakukan transaksi untuk membeli produk tersebut. Tantangan perusahaan adalah bagaimna mengetahui tingkat kebutuhan publik terhadap kualitas produk atau jasa yang dijual perusahaan. Perusahaan harus tahu bagaimana persaingan produk atau jasa yang sejenis di masyarakat baik dari segi kualitas, kemasan, harga dan layanannya.


Dijelaskan juga bahwa produk perusahaan memiliki Data Profil atau Fitur dan Data Kebermanfaatan atau Solusi yang dibutuhkan oleh market. Jadi, dengan sosialisai mengenai bisnis perusahaan, setiap karyawan dilibatkan emosinya untuk memahami dan mendukung bisnis perusahaan di jabatan masing-masing.

3. KINERJA EFEKTIF BERBASIS OUTCOME


Steven Covey memberi saran untuk mencapai satu keberhasilan dengan prinsip kira-kira begini: "Begin With The Clear Big End In Our Mind". Memang benar sekali bahwa setiap kita mau melakukan sesuatu cara yang paling efektif adalah memunculkan gambar hasil akhirnya dulu yang sejelas-jelasnya barulah kita cari cara bagaimana untuk mencapai Gambar Akhir tersebut dengan cara yang paling efektif dan efisien. Ini berlaku untuk semua profesi: Arsitek, Chef, Sport, dan sebagainya, setiap profesi tersebut pasti memngimajinasikan hasil akhir yang terbaik yang akan memenuhi kebutuhan emosional User atau Klien mereka masing-masing.


Demikian juga berlaku dalam melakukan Tata Kelola pekerjaan untuk mendapatkan Output Kerja yang terbaik dengan cara yang paling efektif dan efisien adalah dengan terlebih dahulu merumuskan Hasil Akhir yang terbaik seperti apa dilengkapi dengan indikator kualitasnya. Setelah itu barulah dirumuskan bagaimana cara merealisasikan target kinerja tersebut dengan cara yang paling efektif dan efisien.


Rumusan semua Target Output di Perusahaan bersifat tetap. Yang berbeda adalah Ukuran Indikator Keberhasilannya (KPI). Fungsi Utama dari setiap Unit Kerja (Sumber Daya) adalah bersifat tetap: Marketing, Sales, Production, IT, F&A, HC, Audit, dsb. Ibaratnya seperti profesi dokter. Setiap dokter spesialis memiliki lingkup kerja yang berbeda-beda walaupun di area yang sama yaitu di dalam tubuh manusia. Dan masing-masing Dokter Spesialis memiliki daftar output kerja yang akan sama.


Jadi, Job Description yang efektif bukan berisi daftar tugas tetapi berisi Daftar OUTPUT KERJA yang harus dihasilkan oleh setiap jabatan. Hal ini selaras dengan prinsip Steven Covey: "Begin With The Clear Big End In Our Mind".

CONTOH:


DAFTAR OUTPUT JABATAN:

Job Description akan memunculkan Nilai Bisnis atau Capital bilamana berisi daftar Output Kinerja yang harus dihasilkan. Jika Job Description hanya berisi DAFTAR TUGAS maka karyawan hanya fokus dengan proses kegiatan dari tugas-tugas tersebut. Dan karyawan merasa sudah berkinerja baik kalau sudah menjalankan tugas tersebut. Padahal Human Capital menekankan Nilai Bisnis dari Output Kerja setiap SDM. Jadi aspek CAPITAL nya bukan dari diri SDM nya tetapi dari OUTCOME yang dihasilkan oleg SDM. Kalau ada SDM yang tidak menghasilkan OUTCOME berarti SDM tersebut tidak menghasilkan Nilai Bisnis atau Tidak memberikan ROI atau tidak menunjukkan nilai Capitalnya.


Contoh Daftar Output Bagian Human Capital:

  1. Tersedianya dokumentasi yang terkini dan akurat mengenai: Organization Capital dan Job Capital dari semua Organisasi Unit Kerja di Perusahaan.
  2. Tercapainya Target KPI SDM di Semua Unit Kerja
  3. Tercapainya tingkat kesesuaian antara Profil semua Jabatan dan Profil SDM yang menjabatnya.
  4. Tercapainya tingkat keterisian dari semua jabatan dengan tepat waktu.
  5. Tercapainya tingkat Biaya SDM yang memenuhi standar kewajaran di Semua Unit Kerja
  6. Tercapainya Tingkat Kepatuhan terhadap semua pasal dari UU Ketenagakerjaan.
  7. Tercapainya tingkat biaya operasional yang wajar di Unit Kerja HC
  8. Tercapainya target kemunculan Perilaku Core Values dari semua SDM di temat kerja masing-masing.
  9. Tercapainya kualitas layanan Bagian HC terhadap kebutuhan SDM di Perusahaan.

Daftar Output Jabatan tersebut diatas merupakan Isi Utama dari Job Description dari seorang Manager HC. Selanjutnya Manager HC mendelegasikan (Cascading) semua Output Kerja tersebut ke bawahannya. Dan, tugas Manager HC adalah melakukan Pengendalian dan Motivasi ke bawahan untuk menyelesaikan target KPI dari setiap Output Kerja tersebut.


Perhatikan bahwa isi Job Description bukan daftar tugas tetapi daftar output kerja. Dari daftar output kerja tersebut barulah dilakukan proses inovasi berkelanjutan untuk menemukan cara atau strategi atau metode yang paling tepat untuk merealisasikan setiap target KPI setiap Output Kerja tersebut.


Inilah yang dimaksud dengan Manajemn Kinerja berbasis OUTCOME. Dimana, Outcom adalah Output Kerja yang dilengkai dengan target KPInya.

4. KPI BAWAAN DAN KPI PROSES

(Key Performance Indokator)


Key Performance Indicators) merupakan target ukuran keberhasilan dari setiap Output Kerja yang ada di Job Description yang merupakan bentuk nyata KEBERMANFAATAN atau SOLUSI yang harus dihasilkan oleh setiap SDM di jabatan masing-masing. Rumusan daftar output kerja belum memiliki makna bisnis atau Nilai Bisnis atau Capital bilamana belum disertai dengan target KPI nya.


Target KPI ditetapkan secara TOP DOWN sesuai kebutuhan perusahaan dalam berbisnis. di tahun penilaian kinerja. Jadi kalau ada KPI yang ditetapkan secara BOTTOM UP maka hal ini patut dipertanyakan mengenai tujuan dan kualitas KPI yang ditetapkan tersebut.


Setiap Unit Kerja sudah membawa KPI bawaan masing-masing sesuai dengan lingkup kerjanya yang merupakan KPI tertinggi yang harus direalisasikan dengan dihadirkannya Unit Kerja tersebut di perusahaan.

Contoh:

  1. 100% Target Nett Profit tercapai (Unit Sales)
  2. 100% Target Market Share tercapai (Unit Marketing)
  3. 100% SDM mampu menghasilkan Target OUTCOME (Output+KPI) (HC + UKER)
  4. 100% tingkat kehandalan TI yang terpasang (Unit IT)
  5. 100% tingkat kepatuhan terhadap prosedur berbisnis (Audit)
  6. 100% tingkat ketersediaan barang/bahan kerja di perusahaan (Procurement)


Setiap Unit Kerja harus diarahkan untuk merealisasikan Target KPI Bawaan tersebut secara bertahap. Target KPI BAWAAN tersebut tidak boleh ditawar targetnya menjadi dibawah 100%. Itulah Target KPI yang harus direalisasikan dengan dihadirkannya Unit Kerja di Perusahaan. Karena, perusahaan membayar sejumlah nilai Investasi dalam menghadirkan setiap Unit Kerja adalah UNTUK BERHASIL bukan untuk setengah berhasil. Ini merupakan Nilai Capital atau Nilai Bisnis yang diberikan oleh Unit Kerja kepada perusahaan sebagai bentuk ROI (Return On Investmen).


Bagaimana untuk merealisasikan Target KPI bawaan tersebut? Jawabannya ada di implementasi "MBO3" disertai dengan "HCM".

5. KINERJA MIDDLE MANAGEMENT


Semua UNIT KERJA adalah level MIDDLE MANAGEMENT atau Manajemen Tengah atau Manajemen Pelaksana atau Manajemen Eksekusi dari semua target atau KPI yang telah ditetapkan oleh jajaran direksi. Tata Kelola Kinerja di Middle Management harus menggunakan Model Manajemen Eksekusi Target KPI yang fokus di Tata Kelola strategi pencapaian Output Kinerja dari setiap Unit Kerja.


Bayangkan jika semua Middle Management atau semua Unit Kerja tidak berkinerja merealisasikan target masing-masing, pasti ada masalah yang sistemik yang muncul dan mempengaruhi Citra Bisnis Perusahaan.


Masing-masing Unit Kerja pasti mengelola satu sumber daya tertentu yang kehadirannya sangat diperlukan untuk keberhasilan bisnis perusahaan. Unit Kerja IT, Marketing, Sales, HC, Audit, dan sebagainay dihadirkan oleh perusahaan dengan nilai investasi yang besar pasti diharapkan untuk memunculkan keberhasilan di masing-masing obyek kerjanya. Jika ada Unit Kerja yang gagal untuk merealisasikan target kerjanya berari Perusahaan menderita kegagalan dari investasi yang telah dibelanjakan untuk menghadirkan Unit Kerja tersebut. Berarti Unit Kerja tersebut tidak menghasilkan Nilai CAPITAL atau Nilai Bisnis nya bagi Perusahaan.


Disamping itu, Semua SDM yang ada di setiap Unit Kerja harus terkelola dengan efektif dan efisien agar semua SDM dapat menunjukkan kemampuan dan kemauannya untuk menghasilkan Kinerja Output Kerja sesuai target yang ditetapkan. Masih banyak dijumpai Unit Kerja berproses tanpa Tata Kelola yang rapih sehingga hasilnya kurang sesuai dengan harapan awalnya.


Middle Management harus dikelola dengan Model "MBO3", Model "HCM" dan Model Leadership "MBTR".

6. Mengenai Model "MBO3"



Sewaktu saya bekerja di Perusahaan Multi Nasional, Manajemen memutuskan untuk mengaplikasikan Model Manajemen MBO yang diperkenalkan oleh Peter Drucker. Akhirnya, didatangkanlah konsultan ahli MBO ke perusahaan dan dilakukan sosialisasi ke seluruh jajaran pimpinan dan leader untuk memahami dan mengerti bagaimana aplikasinya.


Dan, munculah kebijakan tertulis untuk mengimplementasikan Konsep MBO seperti yang ada di buku. Dipanggilah kami anak buah oleh Manager HR dan diinstruksikan kami semua para Staff untuk menyusun Objective atau Target kerja kita masing-masing. Kami tidak tahu harus menulis apa karena hanya itu instruksinya. Disinila saya merasakan ada hambatan yang muncul dengan MBO tersebut, diantaranya:

  1. Kami hanya tahu bahwa MBO adalah Model Manajemen yang sangat terkenal
  2. Sedikit saya baca dari Konsep MBO bahwa Konsep MBO adalah pertemuan dan komunikasi atasan dan bawahan untuk bersama-sama menentukan Sasaran Kerja yang harus dicapai di tahun periode kinerja tersebut. Jadi kami para staff menentukan sendiri Sasaran Kerja kami masing-masing.
  3. Saat itu, kami tidak siap untuk menetapkan Sasaran Kerja masing-masing kami karena selama itu kami hanya menjalani pekerjaan dan dikelola di perusahaan tersebut dengan Mindset sebagai Pegawai yang menunggu untuk diberikan pekerjaan dari atasan setiap harinya.
  4. Job Description yang tersedia berisi daftar tugas dari jabatan kami masing-masing. Dan daftar tugas tersebut sudah rutin kami lakukan selama ini. Kami para staff menjadi bingung, sasaran kerja seperti apa yang harus kami buat?


Dari kisah nyata tersebut, ada beberapa catatan yang muncul:

  1. Pak Peter Drucker menyusun konsep MBO yang sempat mendunia tersebut pastinya dengan melakukan riset atau analisa terhadap lingkungan industri di negara tertentu dengan lingkungan dan regulasi yang berbeda dengan regulasi dan budaya di Indonesia.
  2. Pak Peter berasumsi bahwa tingkat kesiapan Atasan dan Bawahan di perusahaan kami untuk memberikan Business Values di jabatan masing-masing sudah benar-benar siap. Saat itu kami belum siap dikelola dengan Model Human Capital.
  3. Kerangka sistem Kerja organisasi perusahaan saat itu tidak ada penyesuaian sama sekali untuk implementasi MBO tersebut.
  4. Akhirnya, Model MBO tersebut kurang menyentuh Capaian Misi Bisnis Perusahaan. Awalnya, harapan perusahaan adalah dengan MBO maka Manajemen KPI Kinerja menjadi lebih jelas mengarah ke Misi Bisnis Perusahaan. Tetapi hal tersebut tidak muncul.
  5. Di berbagai kesempatan saat ada rombongan tamu yang mengunjungi perusahaan, salah satu poin yang disampaiakan oleh Pimpinan di pidatonya adalah mengenai MBO yang menjadi Model Manajemennya (Usaha untuk memunculkan Company Image dari sisi kualitas manajemennya). Sementara itu, Kami para staff di dalam tim kerja kami kurang merasakan kebermanfaatannya bagi perusahaan dan bagi kami para staff di tim kami dengan Model MBO tersebut.


Dari pengalaman implementasi Model MBO sesuai konsep aslinya, muncul inspirasi dengan istilah MBO tersebut:

  1. Istilah "MBO" (Bukan Model MBO) bisa dipakai untuk mengembagkan STRUKTUR HIRARKI KINERJA yang diarahkan langsung ke Misi Bisnis Perusahaan.
  2. Istilah "MBO" bisa digunakan untuk mengadopsi manajemen konerja yang paling baru yaitu : "Management By Outcome". Hal ini mengadopsi prinsip dari Steven Covey (7 Habits of Highly Effecyive People) yaitu: "Begin With The BIG END in mind". Kinerja dimulai dari kejelasan "Apa, Kapan, Indikator, Mengapa".
  3. Struktur TARGET OUTCOME dikembangkan oleh Perusahaan untuk dapat dipastikan bahwa bilamana Struktur Target Outcome tersebut tercapai maka Misi Bisnis Perusahaan dapat tercapai.
  4. Muncul keterlibatan atau kejelasan dari: "Company Business Mission => Departmental Business Values => Departmental Work Output => Departmental Work Outcome (KPI)".
  5. Dan, dilanjutkan dengan mendisaian bagaimana cara merealisasikan Outcome tersebut dengan cara yang paling efektif, efisien dan legal. Akhirnya, jadilah STRUKTUR OUTCOME secara lengkap dan menyeluruh sampai jabatan yang paling bawah.
  6. Akhirnya, munculah Model "MBO3" dimana "O3" terdiri dari:
  • Organization Capital Analysis dari Unit Kerja (O1 - bersifat TETAP)
  • Daftar OUTPUT yang dihasilkan oleh Unit Kerja (O2 - bersifat TETAP)
  • Penetapan KPI (OUTCOME) untuk setiap Output diatas (O3 - bersifat STRATEGIS SITUASIONAL: ditetapkan oleh Perusahaan sesuai Target Seberapa Kemajuan Bisnis yang ingin dicapai di tahun ini)
  1. "OUTCOME" adalah "Output + KPI". KPI adalah indikator keberhasilan kinerja (biasanya berbentuk ANGKA) yang disematkan di OUTPUT KERJA dimana angka yang ditetapkan akan mampu merealisasikan Target yang ingin dicapai.
  2. 8. Model "MBO3" sangat mudah diimplementasikan untuk kelompok Unit BISNIS maupun kelompok Unit SUPPORT sampai level paling bawah.
  3. 9. Dengan Model "MBO3" ini SDM tinggal mengimplementasikan atau merealisasikan Target dari Struktur Outcome Perusahaan yang telah di disain secara strategis dengn prinsip berbisnis yang tepat (Prinsip Bisnis: "Managing Profit, Cost, Law Compliance")
  4. 10. Secara reguler (hitungan bulan), Tingkat Capaian KPI yang telah ditetapkan di Struktur Outcome dari setiap jabatan dilaporkan ke Jajaran Manajemen Perusahaan. Dari laporan ini dapat diidentifikasi apakah Unit Kerja telah memberikan Business Value yang tepat bagi Perusahaan atau belum. Data atau Informasi ini menjadi sangat penting sekali sebagai landasan untuk berbagai program evaluasi dan pengembangan SDM dengan arah tujuan yang tepat dan cara yang tepat (Efektif dan Efisien).
  5. 11. Jadi, ada perbedaan landasan berpikir dari Model "MBO" nya pak Peter Drucker dan Model "MBO3". "MBO"nya pak Peter Drucker menekankan proses komunikasi Atasan dan Bawahan untuk bersama menetapkan Target Kerja. Dilain sisi, "MBO3" menekankan penyusunan Struktur OUTCOME untuk pencapaian Misi Bisnis Perusahaan dan SDM tinggal mengembangkan langkah kerjanya untuk merealisasikan Struktur Outcome tersebut.
  6. 12. Dengan "MBO3", SDM telah memiliki Target Kerja yang Jelas dan Tegas. Tidak perlu memikirkan lagi apa yang harus dicapai. Tugas dan tanggung jawab SDM adalah menemukan cara yang paling efektif untuk merealisasikan Target Kerja tersebut.
  7. 13. Yang luar biasa adalah:
  8. a. Ada keseragaman dalam mengelola Kinerja Unit Kerja yaitu semua menggunakan Model "MBO3". Dengan keseragaman Model Manajemen, pihak Manajemen Perusahaan dapat menjaga konsistensi Capaian Target OUTCOME dan sekaligus menjaga konsistensi pencapaian Target Bisnis Perusahaan.
  9. b. Pengalaman saya saat berkunjung ke berbagai perusahaan dan saya melempar pertanyaan ke pmpinan :Anda menggunakan Model Manajemen apa dalam mengelola UNit Kerja di perusahaan ini?". Dan rangkaian jawaban yang saya terima:
  10. a. "Apa? Model Manajemen? kami melakukan dengan cara yang saat ini kami lakukan adalah mengikuti apa yang dilakukan pejabat sebelumnya."
  11. Kesimpulannya: setiap Kepala Unit Kerja melakukan pengelolaan Unit Kerja dengan pola mereka masing-masing. Nah, kondisi seperti ini akan memunculkan Bahasa Manajemen yang berbeda-beda di sesi meeting Kepala Unit Kerja

7. Model Pengembangan SDM "MBTR"



Saya memiliki pengalaman atau mengamati beberapa praktek pengembangan kualitas SDM oleh Departemen HRD di perusahaan dimana waktu itu saya berada didalamnya di posisi staff pelaksana:

  1. Bagian HR bersifat menunggu permintaan pelatihan dari Unit Kerja lain. Disini HRD hanya berperan sebagai EO (Event Organizer) saja. Di dalam situasi ini, Business Value dari Bagian HRD tidak dikategorikan strategis atau di level tinggi. Peran ini bisa diserahkan ke pihak ketiga tanpa ditangani oleh HRD.
  2. Bagian HR mengumpulkan brosur training sebanyak mungkin dan dibagi-bagikan ke semua Unit Kerja yang terkait dengan judul training. Dalam prakteknya, muncul permintaan-permintaan khusus dari Unit Kerja untuk dicarikan training yang diselenggarakan di kota-kota wisata. ini bukan merupakan Business Values yang tinggi bagi HRD.
  3. Bagian HR mengembangkan semacam APLIKASI atau Sistem untuk mrlskuksn analisa Gap Kualitas Proses Kerja SDM. Model ini didatangkan dari luar negeri dan terkenal dengan istilah TASA (Task And Skill Analysis). Sistem kerjanya sangat sederhana:
  • Baca Job Description (Oleh Unit Kerja)
  • Susun daftar semua kegiatan kerja di lingkup Job Description tersebut (Oleh Unit Kerja)
  • Kelompokkan Kegiatan atau Langkah Kerja dengan kriteria Sangat Penting dan Penting Biasa (Oleh Unit Kerja).
  • Sematkan angka 5 (Target Kompetensi) untuk Kegiatan atau Langkah Kerja yang penting. Dan angka 3 (Target Level Kompetensi) untuk Kegiatan atau Langkah Kerja yang Penting Biasa. Ini adalah Indikator Angka yang menunjukkan bahwa karyawan Fully Competent kalau sudah mencapai target level tersebut (Oleh Unit Kerja).
  • Selanjutnya, Pihak Unit Kerja diminta mengisi kolom ACTUAL SKILL LEVEL yang berada disamping dari REQUIRED SKILL LEVEL tersebut (Oleh Unit Kerja).
  • Akhirnya, munculah data GAP QUALITY OF SKILLS dan diserahkan ke Bag HRD.

TASA, suatu sistem yang bagus untuk mengidentifikasi Training Needs! Pada saat itu, Sistem yang bagus tersebut dalam implementasinya terhambat oleh praktek implementasinya yang tidak ideal. Pihak HRD hanya menunggu dari Unit Kerja pelatihan atau training apa yang akan diajukan untuk mengatasi Gap Kualitas Kemampuan Kerja tersebut. Dan, nantinya HRD akan membantu untuk penyelenggaraannya. Proses TASA diminta oleh Perusahaan untuk dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan harapan akan ada perkembangan DATA LEVEL KOMPETENSI dari SDM. Akhirnya TASA tidak berjalan mulus dan tidak populer karena sangat membebani pekerjaan Unit Kerja. Disini, HRD belum mampu menunjukkan BUSINESS VALUE yang tinggi dengan TASA tersebut.


4. Terakhir, saya sempat membaca salah satu poin laporan tahunan kinerja HRD yang menyebutkan bahwa TRAINING HOURS meningkat dibanding tahun lalu disertai data penyelenggaraan training. Jadi laporan yang berhenti di data Training Hours tersebut dapat diterjemahkan bahwa:

1. Tahun ini kami lebih sibuk membantu penyelenggaraan training dari tahun lalu

2. Tahun ini Biaya Training lebih tinggi dari tahun lalu.


Nah, Model "MBO3" menuntut setiap individu SDM yang berada di Organisasi Perusahaan menghasilkan Business Value (Nilai Bisnis) yang tepat dengan apa yang dibutuhkan untuk merealisasikan Misi Bisnis Perusahaan. Indikator Ketepatan dari Business Value sudah teridentifikasi di Organisasi Outcome. Tugas dari setiap individu SDM adalah merealisasikan OUTCOME yang telah ditetapkan secara struktural tersebut. Secara reguler, data tingkat ketercapaian KPI dari setiap individu SDM dimunculkan dalam laporan. Dari laporan ini, dapat diidentifikasi:

  1. Kelompok 1: Daftar SDM yang MAMPU memberikan Kinerja ber Nilai Bisnis yang tepat (Capital Value).
  2. Kelompok 2: Daftar SDM yang BELUM MAMPU memberikan Kinerja ber Nilai Bisnis yang tepat.

Dari data ini munculah TABEL Nilai Bisnis SDM Model "MBTR":


Selaras dengan konsep Human Capital yang mengatakan bahwa setiap SDM (yang merupakan salah satu Sumber Daya yang sangat penting bagi Bisnis Perusahaan) dihadirkan, diberikan paket REMUNERASI dan dikembangkan oleh Perusahaan agar mampu memberikan KINERJA yang bernilai bisnis tepat untuk Misi Bisnis Perusahaan. Artinya, perusahaan telah menanamkan sejumlah NILAI INVESTASI di SDM dengan menghadirkan dan mempekerjakan SDM di Perusahaan sehingga dalam hal ini Perusahaan berhak mendapatkan Nilai Balik dari Investasi tersebut (ROI). Bilamana SDM belum memberikan ROI berupa Nilai Bisnis (Busines Value) sesuai target, hal ini bisa dikatakan bahwa Perusahaan mengalami kerugian dari sisi Nilai Bisnis yang diberikan oleh SDM.


Tabel "M B T R" merupakan Tabel dengan singkatan:

  1. SDM MAMPU memberikan Kinerja bernilai bisnis tepat.
  2. SDM BELUM MAMPU memberikan Kinerja bernilai bisnis tepat.
  3. SDM TIDAK MAMPU memberikan Konerja bernilai bisnis.


Bilamana SDM terus dipertahankan tanpa ada Nilai Bisnis dari Kinerjanya, dapat dikatakan Perusahaan mengalami RUGI.


Saya terinspirasi dari pengalaman saya dikelola dengan Model: "Situational Leadership" (Kenneth Blanchard & Paul Hersey). Dari pengalaman saya tersebut, saya menyusun Tabel "MBTR" ini. Berpedoman dari Model "Situational Leadership", Tabel "MBTR" dimaksudkan untuk lebih memudahkan dan lebih disesuaikan dengan tuntutan UU Ketenagakerjaan di Indonesia dalam mengelola dan pengembangan Kinerja SDM di Indonesia.


Setiap individu SDM secara reguler (di dalam laporan) diidentifikasi masuk ke Level Mampu, Belum Mampu atau Tidak Mampu. Perusahaan yakin sekali bahwa untuk merealisasikan Misi Bisnis Perusahaan secara penuh maka semua SDM harus di level MAMPU. Perusahaan segara melakukan program pengembangan bagi SDM yang belum MAMPU memberikan Kinerja berNilai Bisnis tepat.


Cara yang paling efektif untuk melakukan Pengembangan Kemampuan SDM untuk memberikan Nilai Bisnis yang tepat bagi Perusahaan adalah sebagai berikut (Mirip prosesnya dengan TASA):

  1. Tetapkan satu OUTCOME yang belum mampu direalisasikan oleh Karyawan.
  2. Rumuskan urutan Langkah Idealnya (Oleh Atasan atau Expert) untuk merealisasikan OUTCOME tersebut.
  3. Minta Karyawan untuk menjelaskan bagaimana langkah kerjanya untuk merealisasikan OUTCOME tersebut.
  4. Bandingkan dengan Langkah Ideal nya dan temukan Gap Kualitas Cara Kerjanya yang menyebabkan tidak tercapainya Target OUTCOME.
  5. Atasi Gap Kinerja tersebut dengan pilihan metode yang tepat: OJT, Coaching atau Konseling. Pilihan metode tersebut sangat tergantung dengan apa yang melatar belakangi dari GAP tersebut.
  6. Bersama-sama mencari solusi yang paling tepat untuk mengatasi GAP tersebut.
  7. Ajak Karyawan untuk melakukan latihan untuk mengatasi GAP tersebut.
  8. Karyawan kembali bekerja dengan perbaikan langkah kerja.


Proses TASA ini disarankan untuk dilakukan secara reguler internal Unit Kerja dan tidak perlu tidak menunggu sampai jadwal Terbitnya Laporan Kualitas SDM Perusahaan. Dengan cara ini dapat dikatakan bahwa Karyawan dikawal dari awal agar tetap berada di jalur yang tepat untuk mampu memberikan Kinerja ber Nilai Bisnis tepat sasaran.


Disarankan, Perusahaan memiliki BUKU MANUAL LANGKAH KERJA dari setiap OUTCOME. Buku Manual ini disusun oleh pihak yang benar-benar ahli yang memahami dengan mendalam aspek apa saja yeng merupakan langkah penting untuk menjamin tercapainya Outcome. Idealnya, pihak yang ahli adalah ATASAN dari karyawan tersebut. Kredibilitas Atasan merupakan sumber penggerak motivasi bawahan untuk SEMANGAT melaksanakan kegiatan kerja menuju Target OUTCOME mereka.


Kesimpulan dari Pengembangan SDM dengan Model "MBTR":

  1. Identifikasi GAP kualitas kerja SDM didasarkan pada OUTCOME yang sangat jelas dibutuhkan oleh Bisnis Perusahaan (Gap ROI).
  2. Langkah dan Metode koreksi dapat dilakukan dengan cepat saat itu juga sehingga karyawan dapat kembali bekerja dengan cara yang tepat. (Efektif dan Efisien).
  3. Perusahaan memiliki Dokumen Standar Langkah Kerja yang paling efektif dan efisien untuk merealisasikan OUTCOME. Manual ini menjadi bahan diskusi untuk terus ditingkatkan tingkat efektifitasnya mengikuti perkembangan yang terjadi di segala bidang.
  4. Learning Center menjadi mudah untuk menyusun Modul atau Kurikulum program pelatihannya mengambil dari Modul Langkah Kerja dari semua Unit Kerja. Dengan metode ini dapat dipastikan bahwa Learning Center memberikan Business Value yang tinggi bagi keberhasilan Bisnis Perusahaan.
  5. Laporan pengembangan kualitas SDM berisi perkembangan data prosesntasi SDM dengan Level Business Value saat ini (bukan Training Hours) dibandingkan data sebelumnya di setiap Unit Kerja:
  • Data Level Busines Value dari setiap OUTCOME dihasilkan setiap Unit Kerja.
  • Berapa jumlah SDM dengan kualitas MAMPU (%).
  • Berapa jumlah SDM dengan kualitas BELUM MAMPU (%).
  • Berapa jumlah SDM dengan kualitas TIDAK MAMPU (%).


Dari data laporan ini, Perusahaan dapat mengetahui data kerugian ROI dari Business Values yang dihasilkan oleh SDM dari setiap Unit Kerja yang mencakup kelompok SDM yang BELUM MAMPU dan TIDAK MAMPU merealisasikan Target OUTCOME yang telah ditetapkan dan diketahui bersama dengan sangat jelas dan tegas. Ini adalah pengukuran Kinerja SDM berbasiskan Human Capital.


  1. Dan yang paling penting dan jarang dipraktekkan selama ini adalah, Aspek kemampuan seorang Kepala Unit Kerja dalam mengaplikasikan Model "MBO3" untuk mengelola Unit Kerjanya dapat dijadikan satu poin evaluasi kinerja. Karena tugas utama seorang Leader adalah MENGELOLA dan MEMIMPIN. Langkah Model "MBO3" cukup mudah dan terpola dengan jelas sehingga mudah untuk melakukan evaluasi dalam implementasinya.


Nah, kalau Kemampuan MENGELOLA UNIT KERJA tidak dimasukkan menjadi Bahan Evaluasi kinerja maka akan membuat Leader tidak termotivasi untuk memperkuat kemampuan Managerial Skills nya. Di satu sisi, meraka diharapkan mampu menduduki jabatan pemimpin yang lebih tinggi lagi.

Perusahaan harus melahirkan Pemimpin Baru yang memiliki Managerial Skills yang matang.

No Post
Mitra Talenta
Typically replies in a few hours
Halo, bagaimana saya bisa membantu Anda?
Start Chat
Website ini menggunakan kukis untuk pengalaman terbaik Anda, informasi lebih lanjut silakan kunjungi Kebijakan Privasi and Kebijakan Kukis
Compare product
0/4
Remove all
Compare